Mereka Memanggilku "Kamu"
Aku memperhatikan rombongan hamba Tuhan yang turun dari mobil mewah itu. Wah… baru pertama kali ini aku melihatnya dengan mata telanjang, tidak melalui siaran TV. Semerbak harum parfum merk mahal menyertai mereka. Hamba Tuhan itu turun menggandeng istrinya yang cantik, anak-anak yang lucu. Sekretaris atau asisten dan beberapa orang memakai jas rapi nampak tergesa-gesa mengikutinya dari belakang.
Aku hanya melongo memperhatikan mereka, “Wah… ini ‘to hamba Tuhan yang sangat diurapi dan dikejar-kejar banyak orang itu’ bisikku pada teman penjual kaset yang juga sedang melongo di sebelahku
"Hei… kamu! Ya, kamu …” panggil seseorang sambil telunjuknya mengarah padaku
Bergegas aku mendatanginya sambil menjawab, “Ya pak…”
“Sini aku mau melihat susunan acaranya, kesaksiannya berapa orang? Siapa saja artisnya? Siapa yang duduk di kanan kirinya? Ehmmm… berapa deret kursi VIP nya? Mereka ini hamba-hamba Tuhan local yang terpilih kan? Hemmmm…. Altar call ya… Wah… pasti rame ini…! Banyak orang sedang mengejar urapan bapak. Petugas konselornya sudah pada didoa’in belum? Ehmmm,… ada jalan keluar dari belakang panggung kan? Aku tidak mau ‘bapak’ dikerubutin orang setelah kebaktian nanti, keamanan beliau harus benar-benar terjaga. O ya, bagaimana dengan transit room? Makanannya? Minumannya? Dan sudah kau pilih orang-orang yang layak menemani beliau di sana? Jangan sampai ada orang lain yang bisa masuk lho! Bla… bla… bla… ”
Aku menjawab semua pertanyaannya dengan jelas, tegas dan terinci.
Acara berjalan lancar, baik dan menyenangkan atau lebih tepatnya ‘memberkati’ seperti yang dikatakan banyak orang.
***
Di sebuah resto seusai acara.
Aku duduk makan roti bekalku sambil celingukan ke sana kemari, memperhatikan dari jauh para artis yang sedang duduk makan dan ngobrol. Mereka yang biasanya hanya bisa kulihat di TV, sekarang bisa kupegang (kalau boleh… dan mereka tidak menjerit… he he he).
“Wah… cantik-cantik, dan sangat cakep!” bisikku pada seorang teman sopir
Mereka tampak serius bercerita tentang kesaksian hidup yang mereka alami, meriah dan terlihat sangat hebat.
“Hei … kamu! Iya… kamu!” panggil seseorang sambil matanya dan tangannya terarah padaku
“Kamu, tolong atur jadwal Bapak ini untuk kunjungan daerah di dibeberapa bulan ke depan, cari gereja-gereja yang bisa menerima beliau, hubungi para hamba Tuhan yang pemimpin local daerah tersebut. Kita akan buat KKR di banyak kota…. Biar berkat ini juga bisa diterima banyak orang. Bapak, percayakan saja sama dia, dia akan mengatur semuanya sesuai yang bapak butuhkan” kata orang yang memanggilku itu sambil menggandeng seseorang pria yang berjas rapi, mungkin asisten dari ‘hamba Tuhan’
Aku mengangguk.
Semua makan dengan gembira, tapi tak ada yang menyapaku. Tidak apa-apa.
Aku memperhatikan sekeliling, mencari tempat duduk baru, mencari seseorang yang mungkin bisa kuajak bicara tentang apa saja, atau mungkin tentang hal “Tuhan” seperti yang baru saja dikotbahkan. Tetapi semua orang tampak terpesona dengan artis dan hamba Tuhan itu. Jadi dengan pelan aku menyelinap keluar ruangan dan memperhatikan deretan mobil, sopir, dan beberapa orang yang tak kukenal yang sedang duduk-duduk sambil merokok ataupun bengong.
Mungkin mereka sedang menunggu bosnya masing-masing, pikirku
Akhirnya aku berkenalan dengan seseorang, kami bicara dan tanpa terasa aku mulai bercerita tentang hidupku yang luar biasa karena telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatku. Ada sesuatu yang bergejolak hebat di dadaku. Sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang sangat menggembirakan, aku tak sanggup menahannya.
Hingga…
***
“Hei… kamu! Cepat angkat semua peralatan ke mobil! Taruh di tempat paling belakang. Kita sudah mau pulang! Kamu nanti duduk di situ sama barang-barangnya ya, karena mobil kita ketambahan para singer”
Aku mengerjakan perintah tanpa membantah
Di perjalanan pulang, tidak ada yang menyapaku ramah. Beberapa orang bahkan berkata, “Kamu dimana aja sih… kamu tu’ ya,… cuma orang belakang jadi tidak merasakan hadirat Tuhan di panggung tadi,… huh keren!! Sampai bergetar kita. Kamu nongkrongnya sama orang-orang Sound system bau, penjual kaset, penjual buku dan orang-orang tak jelas, jadi nggak dapat hadirat Tuhan seperti kita”
Aku membuka mulutku dan bercerita sedikit tentang yang kulakukan pada orang yang kutemui tadi. Jawabannya sungguh tak kusangka, “Yah… Cuma satu buat apa! Tidak terkenal, tidak memberkati banyak orang… ha ha ha…”
Aku terdiam. Tidak apa-apa…. Satu penghiburan tiba-tiba muncul dalam hatiku
“Apapun yang kulakukan,… meski cuma untuk satu orang yang tak berarti… tetapi aku senang… aku sangat bersukacita… aku berharap suatu saat orang yang akan kuajak bercerita itu bisa mengenal Yesus sama seperti aku telah mengenalnya” jawabku singkat
Mereka kembali tertawa dan menimpali perkataanku dengan komentar-komentar yang tidak menyenangkan. Aku membuang pandanganku keluar jendela mobil, dan membiarkan sukacita yang masih terasa itu memenuhi hatiku, dan aku mulai tersenyum… ini sudah sangat sering terjadi, tidak asing dan tidak menyakitiku lagi.
Aku hanya seorang “kamu”
Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, Supaya aku mendapat bagian dalamnya.
1 Korintus 9:16, 23
1 Korintus 9:16, 23
Sesuatu Tentang “Kamu”
1. Mereka Memanggilku “Kamu”
1 comments:
he he he mangkel ya...? Sabarlah Zebaoth, memang banyak yang begitu ya?! as you said, needs to be humble... give 'em. Salam kenal, bravo, nulis terus!
Post a Comment
Post a Comment
Hi sahabat, tengkyu banget udah mau komentar... ayo semangat!!