Dia Memelukku Malam Ini
Aku duduk meringkuk di kursi dapur, air mata mengalir tak tertahan, kututup wajah dengan kedua tangan, hatiku terasa tersayat pedih. Belum cukupkah semua derita? Belum cukupkah semua luka yang pernah kuterima?
""Aku telah berjuang sedemikian keras di hidupku, mengalahkan kegelapan demi kegelapan. Naik ke tempat tertinggi yang bisa dicapai manusia, menggapai prestasi, kehormatan, bahkan pengabdian terbaik. Mengatasi semua rintangan, melewati semua penghalang seberat apapun itu, tetapi kenapa tetap saja DIA mengijinkan luka yang sama kembali menggores diriku?
Lintasan peristiwa demi peristiwa berkelebat liar di benakku, dan aku mulai meracau, menyalahkan semua orang yang bisa kusalahkan. Sekiranya mungkin, aku ingin melemparkan semua ingatan ini jauh ke dalam dasar lautan, menimbunnya dengan berjuta ton batu, mencuci bersih otakku. Ratusan kali aku mencoba melupakan semua mimpi burukku, tetapi selalu saja dia datang mengunjungi, mengikuti aku di hari-hariku. Sampai kapan dia akan pergi? Akankah dia selamanya pergi dan tak kembali?
Aku dihantui kegelapan, aku hanya memiliki seberkas sinar kecil pengharapan. Aku berharap seberkas sinar itu kelak akan menjadi terang nyata di hari-hariku. Aku berharap, setiap benih cinta yang kutaburkan hari kemarin dan sekarang, suatu saat akan menjadi peneduh jiwaku.
Cinta? Apa yang dinamakan cinta?
Cinta sejati, kemanakah dia pergi? Lima puluh tahun lebih berlalu, dan aku tak yakin akan menemukannya di di sisa hidupku. Aku tak mempercayainya lagi, aku tak tahu apakah itu benar-benar ada. Sungguh, aku tak mempercayainya. Cinta-cinta semu datang dan pergi, membawa luka silih berganti. Masih adakah cinta yang sejati? Adakah cinta yang tulus? Jika itu ada mengapa aku ditinggalkan sendiri? Dilukai? Dihancurkan? Terbuang dalam kekelaman tak berujung…?
Aku, meskipun terus berbicara tentang hidup dan pengharapan, sejatinya aku belum menemukan arti hidup dan berharap… Semangatku palsu dan semu…
Malam telah semakin larut….
Aku masih sendiri di kursi dapur, tak tahu kemana harus menyeret jiwaku yang letih.
Hingga…
Sepasang tangan, wangi lembut aroma tubuhnya sangat kukenal… memelukku erat dari belakang, mengelus punggungku dan berbisik pelan, “Sudahlah… aku ada. Aku akan menemanimu melewati hari-hari buruk ini, dengan pertolongan Tuhan suatu saat semua pasti akan selesai”
Air mataku semakin tak tertahan, luka ini semakin perih dan sakit.
Sepasang tangan itu semakin erat memelukku. Aku merasa sangat rapuh dan nyaris tenggelam di kegelapan tak berdasar.
Sepasang tangan itu, yang tak pernah memelukku sebelumnya di seumur hidupku dan hidupnya, melekat semakin erat dan kuat. Aku tahu, tak akan mudah untuk dia melakukannya. Aku tak pernah menyangka dia berhasil melewati kekuatan hatinya dan melepaskan penerimaan yang selama ini sangat kuimpikan. Aku tak pernah membayangkan dia berhasil melewati jurang antara aku dengannya yang seolah tak terseberangi.
Sepasang tangan yang sangat kurindukan, sepasang tatapan mata yang menentramkan dan memberi kekuatan bagi ragaku yang sunyi.
Sepasang tangan itu erat memelukku tulus malam ini, dan tanpa kata-kata dia berbisik ke dalam hatiku, Aku sangat mencintaimu ibu…
Catatan Tiga Generasi
1. Menanti Matahari
2. Dia Memelukku Malam Ini
4 comments:
Ibu adalah teman kita yang terbaik....
thanks honeybuzzin...
Kehidupan sosok ibu merupakan suatu siklus, putaran roda kehidupan. Selama sembilan bulan sebagai janin, bayi tinggal tenteram dalam rahim ibunya dan segalanya telah tercukupi. Ibu segalanya buat kita.....
thanks buat komentarnya yah yudi...
Post a Comment
Post a Comment
Hi sahabat, tengkyu banget udah mau komentar... ayo semangat!!