Perjalanan Berikutnya
Ruang Tunggu Bandara Soekarno Hatta.
Di depanku duduk berderet 4 remaja cantik, kulit kuning bersih, rambut lurus, tidak ada yang aneh. Jika aku laki-laki, pasti sudah senang sekali memperhatikan mereka, ha ha ha...
Wajar. Semuanya seperti yang biasa terjadi.
Biasa? Apa yang membuat kamu berpikir semua ini seperti biasa Ik?
Perjalananku? Kehidupanku? Rutinitasku?
Yahh... semua biasa saja.
Nanti sampai kantor aku pasti telah disambut tumpukan berkas, dering telepon, perintah,pertanyaan-pertanyaan, ataupun sambutan dingin departemen sebelah.
Tidak ada yang baru.
Mungkin, hanya pikiranku yang sedikit baru. Yahhh.. mungkin itu.
****
"Aku bosan dengan kehidupan Jakarta, berhala-berhala di sini sangat banyak. Aku mau balik ke Semarang, bekerja saja disana. Biasa aja, asal cukup untuk makan, hidup dan beribadah. Sudah!" kata kakakku di sela-sela perjalanan mengantarku ke Bandara
"Yang bener? Hidup di Semarang paling ya cuma gitu-gitu aja lho.." jawabku
"Ga apa-apalah... paling tidak aku bisa mendapatkan komunitas yang akan mendukungku terus menerus seperti yang kamu miliki. Itu lebih baik untuk pertumbuhan rohaniku, daripada mengejar uang, dan semua kemewahan ini. Jakarta tempat luar biasa, dan aku sudah merasa nyaman disini, tapi untuk apa semua ini nantinya?" sahutnya lagi
Dia kakakku, satu-satunya yang satu ayah denganku. Usianya baru 38 tahun dan pernikahannya kandas dalam waktu singkat. Tetapi dia berubah (paling tidak seperti yang kulihat), meskipun itu bukan jaminan. Peralatan audio videonya yang di rumah maupun di mobil mewahnya semua telah berbau 'rohani'. Hiasan-hiasan dindingnya semua bertuliskan ayat-ayat Alkitab.
Semalam, dia memperlihatkanku video konser-konser rohani (yang tak kusukai karena seringnya aku menangani hal seperti itu). Tapi 'toh aku tetap menontonnya sambil menemaninya menyelesaikan laporan proyeknya. Dia bicara panjang lebar soal proyek-proyeknya, bangunan-bangunan yang sedang dia kerjakan, gambar mobil impiannya, dan entah apalagi.
"Kau tahu, mengapa semua ikan koi' ku yang mahal itu mati?" tanya dia tiba-tiba
"Kenapa? Keracunan? atau ada kodoknya di kolam?" jawabku sambil balik bertanya
"Bukan. Tetapi karena aku telah men'dewa'kan mereka lebih daripada Tuhan. Setiap kali bangun tidur bukan Tuhan yang kusapa, tetapi ikan-ikan itu.Dan waktu mereka mati ini, aku tahu bahwa aku memang harus lebih sungguh-sungguh lagi kepada Tuhan"
Dia memang bukan lagi kakak 'arogan', sombong dan dingin seperti yang kukenal dahulu. Tak tersisa lagi kebanggaan dan kehebatan yang dia miliki, meskipun bagiku dia tetap saja masih 'hebat'. Cerita tentang dia telah banyak kutulis disini, dan disini juga disini
"Aku mau mengawali semuanya kembali..." katanya menggantung pembicaraan
"Iya, harus. Rencana Tuhan luar biasa kok buat kita. Percaya dan berdoalah kepada Tuhan. Jika Ia berkenan, Ia pasti akan membukakan jalan bagi kita" jawabku singkat
Kami pun terdiam lagi beberapa saat. Dia bernyanyi mengiringi lagu rohani yang keluar dari audio mobilnya. Ini yang mengherankan bagiku. Biasanya aku bisa tak berhenti bicara apa saja jika sedang jalan bersama sahabat-sahabatku (pria atau wanita), tetapi bersamanya, sangat susah memilah apa yang harus kuceritakan.
"Ehm mas... aku lagi bikin proyek baru nih... begini... begitu..." ku buka pembicaraan baru
"Waw.... Itu bagus! Kamu bisa memberkati banyak orang nantinya... eh... gimana kalau kamu bikin satu lagi, tapi yang... kita bisa begini begitu"
Dan pembicaraan kami berlanjut seru.
Aku senang akhirnya bisa bicara panjang dengannya, karena biasanya pembicaraan kami selalu tak menemukan titik temu. Dunia kami seolah tak terseberangi, mungkin itu penyebabnya.
Akhirnya aku menjabat tangannya begitu saja waktu kami berpisah di bandara. Hal sederhana inipun tak pernah kulakukan sebelumnya.
"Berdoa untuk setiap rencana kita ya..." hanya itu yang kukatakan
***
Pesawat 'delay' 1 jam lewat, dan aku masih duduk bengong sendiri. 3 orang telah ku ajak bicara sederhana, dan akhirnya 1 orang dari daerah Semarang berhasil bertukar no telepon.
Aku masih merenungi perjalananku pagi itu.
Inikah perjalananmu selanjutnya mas?
Inikah juga perjalananku berikutnya? Waktu melintas kota Jakarta kemarin, aku masih mengingat jelas jalan-jalan yang biasa kulalui, gedung-gedung yang biasa kudatangi untuk segala macam urusan.
Dan juga telepon (bertepatan dengan aku di Jakarta) dari istri seorang 'pengusaha hebat dan kaya raya' yang dari dulu sampai sekarang masih menawariku posisi sebagai sekretarisnya. Ahhhh... terbayang semua fasilitas dan uang... tetapi tidak!! (heran... di tengah segala sesuatu yang tidak enak yang sedang terjadi padaku, aku masih bisa menolak tawaran seperti ini... goblok, idealis atau ...)
Semua sudah usai. Itu keputusanku!
Dan aku, sekarang ada disini.
Bukan di persimpangan. Bukan pula di tengah kebimbangan arah tujuan. Tapi tepat berada di tengah jalur yang ditetapkanNya bagiku.
Perjalanan berikutnya membentang di hadapanku. Episode lanjutan telah menantangku untuk melewatinya.
Dan... aku tahu.Perjalanan ini masih berlanjut. Tanpa terasa, satu kakiku telah melangkah ke depan..
kepada perjalananku berikutnya!
IIK, 21 Januari 2010
0 comments:
Post a Comment
Post a Comment
Hi sahabat, tengkyu banget udah mau komentar... ayo semangat!!