Beri aku kesempatan Simbok...
Bau pesing menyeruak ketika aku memasuki kamar itu di sore hari waktu pulang kantor. Tanpa banyak kata-kata aku langsung mengambil ember, lap pel dan kreolin.
“Aku pel dulu ya mbok… agak sedikit pesing… biar kalau ada orang berkunjung nggak terganggu” kataku singkat
Aku membuang isi pispot, mencucinya dan akhirnya menggosok daerah bawah pispot duduk dengan kreolin sampai bersih, sumber bau pasti berasal dari situ.
Aku sudah lupa dengan rasa penat yang menggayut di pundakku, dan juga pikiran penuh ‘deadline proyek’.
Aku sedang memenuhi janjiku pada simbok, hanya itu yang kupikirkan.
***
Simbok, demikian aku memanggil nenekku yang merawat dari bayi sampai dewasa. Cintanya demikian luar biasa padaku, apalagi saat aku masih kanak-kanak. Waktu itu, berbagai macam penyakit tidak kunjung henti menyerangku, dari flek paru-paru, infeksi tulang di lutut, dan entah apalagi, hingga aku sembuh total. SImbok, selalu saja sabar dan telaten merawatku, menghiburku, dan mendidikku untuk menjadi anak yang mandiri serta kuat.
Sekarang, usia simbok sudah menginjak 80 tahun. Sejak bulan November 2009 lalu kakinya mulai bermasalah, pengapuran dan tulang yang mengering, hingga Simbok harus dibantu kursi roda dan tongkat untuk berjalan.
Waktu aku pulang ke ndeso untuk menengoknya beberapa waktu setelah mendengar kabar dia sakit, aku tak sampai melihatnya. Aku tak bisa menggambarkan dengan jelas perasaan sedihku, tetapi aku juga tak mampu melakukan apapun karena semua yang terjadi adalah salah satu proses penuaan. Aku tak pernah membayangkan ‘wanita terhebat’ dalam hidupku itu telah menjadi tua dan tak berdaya karena usia. Terlebih waktu aku pamit pulang kembali ke ‘kota’ tempat aku bekerja di suatu subuh, aku makin tak tahan melihatnya menangis.
Waktu itu aku hanya memeluknya dan menciumnya pelan serta bersimpuh di kakinya untuk berdoa. Aku memang tak menangis di hadapannya, tetapi ketika aku membalikkan badan dan melangkahkan kaki meninggalkannya,air mata tak berhenti hingga puluhan kilometer berikutnya.
***
1 bulan berlalu sejak hari itu.
Pikiranku, konsentrasiku terpecah tidak karuan, aku masih belum tahu apa yang harus kulakukan. Hingga akhirnya, aku memutuskan kembali pulang 1 minggu yang lalu untuk membujuknya lagi setelah sekian kali gagal.
“Mbok… iku aku aja yuk ke rumah, tinggal sama ibu dan juga aku … disana banyak orang … daripada di rumah sendiran begini… simbok tak mau diajak tinggal dengan mas-mas lain kan… pasti khawatir kalau ngrepotin… tapi hasilnya, semua orang jadi kepikiran…” pintaku waktu itu sambil memandang wajahnya yang terlihat lelah dan tua
“Nanti kupikir-pikir dulu… aku masih bisa lakukan semua sendiri kok.. meski dengan susah payah..” jawab Simbok keras kepala
“Iya memang semua bisa simbok lakukan… tapi ….” aku bingung meneruskan kata-kataku
“Nanti ngerepotin kamu.. tak ada pembantu di rumahmu… kerjaanmu sudah banyak, apalagi kalau ditambah aku …” jawab simbok berkilah
“Mbok… berilah aku kesempatan merawat simbok… bukankah dari kecil simbok sudah merawatku susah payah. Simbok menggendongku, melakukan apa saja buatku… sekarang saatnya aku berbakti mbok… mungkin hanya dengan hal sederhana, tapi beri aku kesempatan ya … ya mbok..” pintaku
Malam itu berlalu tanpa jawaban pasti dari Simbok.
Simbokku memang sangat mandiri dan keras kepala, kuwarisi betul sifatnya. Praise God, hanya kakinya yang bermasalah, tidak ada gangguan kesehatan lainnya. Ingatannya masih sangat bagus, dan kegemaran membaca serta menulisnya masih sangat luar biasa. Dia hebat!
Akhirnya subuh saat aku akan beranjak berangkat bekerja simbok berkata, “Minggu nanti dijemput ya… aku mau mentitipkan rumah terlebih dahulu sama yang lain”
“Iya mbok…” jawabku singkat
***
Dan, inilah hidupku hari ini.
Simbok tinggal bersama-sama kami, dan menurut saja waktu menjalani berbagai pemeriksaan serta therapy. Aku berusaha membagi waktuku sebaik mungkin untuk memperhatikan dan melayaninya di tengah jadwal padatku.
Aku masih belum melakukan apa-apa, semua masih banyak dibantu oleh ibuku. Aku paling hanya kebagian membersihkan kamarnya, membuang isi pispot, melayani dia minum-makan, dan mengajaknya ngobrol. Itupun kadang masih tak sepenuh hati karena konsentrasiku ‘terpecah’ pada hal-hal lain yang memenuhi otakku.
Ahhhhhh…. Semua yang kulakukan masih jauh dari yang pernah Simbok lakukan padaku. CIntanya padaku sungguh tak terbalas olehku.
Simbok, berikanlah aku kesempatan… untuk belajar mencintai, mengasihi dan melayanimu dengan setulus hatiku… karena suatu saatpun aku akan menjadi ‘tua’ sepertimu… hanya itu bisikan singkat yang terucap waktu aku menutup pintu kamar dan melihatnya tertidur pulas malam ini.
IIK, 4 February 2010
1 comments:
simbok yang hebat....
Post a Comment
Post a Comment
Hi sahabat, tengkyu banget udah mau komentar... ayo semangat!!