Friday, October 29, 2010

Perubahan




Aku arahkan pandanganku ke cermin sekali lagi. Aku perhatikan baik-baik rambut, wajah, baju, sepatu. Berubah!

***

“Hei… haloo… aduh aku kangen lho sama kamu, lama juga ya kita nggak ketemu… kamu berubah ya..” kata Pak Tedja mantan Bossku dari Jakarta dengan senyum dan tepukan lembutnya di bahuku.

“Iyalah pak… masak saya mau sama terus dari waktu ke waktu…” jawabku enteng sambil ketawa ketiwi seperti biasa

“Ha ha ha! Cuma cengengesanmu itu masih belum banyak berubah ya…” katanya lagi

“Ha ha ha ha ha… yang satu ini susah pak…” jawabku sambil tertawa
***

“Aku perhatikan kamu lho… banyak ternyata yang berubah dari kamu..” kata Wahyu seorang anak komsel ku beberapa waktu lalu

“Perubahan dari kapan?”

“Ya sejak aku kembali lagi kepada Tuhan beberapa bulan ini to’… Seingatku dulu kamu nggak begini lho..” jawabnya

“Emang dulu gimana?”

“Seingatku yang terakhir sekitar tahun 2005 sebelum akhirnya aku mengambil keputusan terburuk dalam hidupku yakni mundur dari Tuhan, kamu ga seperti ini. Kamu tuh’ orangnya serius gitu. Tapi sekarang…”

“Ha ha ha ha… tahun udah berganti neng… jaman telah berubah. 5 tahun terakhir ini aku telah mengalami banyak hal. Jadi ya… mungkin itulah efeknya”

“He he he… tapi asik juga bergaul dengan kamu yang sekarang. Bisa ngomong apa aja tanpa ragu-ragu…”

“Hallah! Yang terpenting bukan itu… perubahan bisa saja terjadi pada setiap orang, jaman bisa berganti, penampilan bisa berubah, tapi masihkah ada api Tuhan dalamku, masih semangatkah aku? Itu yang layak kamu cek… perhatikan…” jawabku

***

Perubahan. Itu yang dibahas dan diinginkan banyak orang, dibicarakan, mulai dari politik, social, budaya, ekonomi dan entah apalagi. Semuanya dipaksa mengikuti jaman, arus, trend, yang tertinggal akan disebut ketinggalan jaman, jadul, jayus.

Ke salon, merubah 60% penampilanku, memotong sepanjang 30 cm rambut hitamku yang panjang, tebal dan berombak, memberinya layer sehingga ikalnya berjatuhan liar di pundakku, merawatnya. Aku menyukai model kali ini yang hanya membutuhkan jari untuk merapikannya. Mengganti beberapa kemeja ‘simple’ dengan atasan ‘feminin’ yang dihiasi dengan pita, potongan leher yang manis, kerutan atau warna cerah, meskipun terasa janggal di awalnya. Merubah sepatu flat ku (yang biasanya tidak akan kubuang kalau belum remuk, karena aku pejalan kaki yang tangguh, maka aku paling boros di sepatu) menjadi sepatu model ‘Marry –Jane’ pemberian seseorang di ultahku lalu, yang kata adikku sebagai ‘model sepatu cewek paling digemari di seluruh dunia’(aku kuatir sepatu cewek mahal model ini tak akan bertahan lama di kakiku… he he..). Meninggalkan tas ‘perang’ dan menggantinya dengan tas ‘cewek’ yang dulu hanya kupakai saat ibuku mulai cerewet karena sudah dibelikannya tapi nggak pernah dipakai. Tidak mempedulikan tatapan dan celetukan heran tetangga, aku mulai melangkah dengan percaya diri. Yang belum bisa kulakukan hanya memakai rok pergi ke kantor.. he he he…

Bukan.Meskipun perubahan ini bukan menjadi perkara mudah bagiku.

Membiasakan diri memerintah dan tidak lagi diperintah. Merubah semua urusan kreatif menjadi berhitung. Memfokuskan imajinasiku pada tata ruang yang rapi dan layak. Mengganti urusan pernak pernik kartu pendeta dengan mengetahui urusan instalasi listrik, air, telephone, water heater, dsb. Berganti urusan karcis parkir dan satpam ke occupancy, perbaikan pelayanan, pengaturan SDM, dan promosi. Membelokkan langkahku saat di toko buku dari stand design grafis, agama, novel, psikologi ke arah tata ruang dan menu masakan, bahkan perhitungan akuntansi sederhana (yang terakhir ini paling menyebalkan untuk dipelajari).

Bukan itu!

Bukan pula jam kerja yang bisa berubah dan diperhadapkan pada keadaan darurat yang mungkin saja datang mendadak. Ketika di tengah malam aku terpaksa harus menelpon seseorang tentang terjadinya kerusakan fasilitas dan memperoleh tanggapan, “Kamu jam segini masih di situ? Ok… ini yang mesti kamu lakukan di saat seperti ini… panggil teknisi kamu… lihat sendiri … minta diantar satpam kalau disana… jangan takut…”

Bukan!! Bukan!!

Meski akhirnya… step by step… dengan tuntunan, pembelajaran, aku terpaksa menghadapi tantangan, kesulitan. Masih sangat pemula, jauh dari sempurna, tapi minimal aku mulai membiasakan diri dengan semua kondisi, dan terus merendahkan diri untuk belajar keras, meskipun sebenarnya hasrat untuk menyerah jauh lebih besar daripada keinginan untuk bertahan dan berjuang.

***

Tiba-tiba kusadari, manusia itu ditakdirkan untuk bisa menjadi hebat! Sangat hebat!

Tidak ada yang mustahil dan terlalu sulit untuk diubah, kata seseorang padaku. “Kamu itu sebenarnya bisa… hanya begini… begitu…” Begitu panjang kali lebar kali tinggi nasehat, dorongan, koreksi yang diberikan setiap kali aku bicara padanya

Dan segala sesuatunya pelan namun pasti dalam diriku semakin berubah…

***

“Ada sesuatu yang tidak seharusnya…”

“Apa?”

“Aku tidak tahu. Tapi ini menggelisahkanku, membuatku tidak tenang. Aku tidak melakukan kesalahan apapun, tapi ada rasa aneh… tidak wajar.. entahlah… aku belum menemukan titik terangnya… mungkin aku terlalu banyak memikirkan semua ini lebih dari sebelumnya. Aku … takut! ”

“Takut?”

“Mungkin ini kelihatan aneh, lucu. Tapi aku serius. Aku takut gagal, itu iya. Takut tak berhasil memimpin orang-orang, itu juga iya. Takut salah dalam mengambil keputusan besar, itu mungkin juga. Tapi lebih dari semua itu, aku ketakutan akan sesuatu… takut kalau aku menjadi terlalu duniawi. Takut kehilangan gairah akan Tuhan. Takut aku tak bisa ‘melihat’ seperti yang sebelumnya. Takut menjadi teralihkan dari sesuatu yang ….
Hummmmmmphhh… entahlah… mungkin aku yang terlalu lebay.. atau mungkin selama ini aku telah menjadi sombong rohani, atau apa…!”

“Mulailah dengan melakukan hal yang tidak lagi menjadi prioritas hatimu di pagi hari…”

Waktu terus berjalan… hari demi hari berlalu… dan aku terus berubah…

***

Bantulah aku menemukan diriku, kekuatanku, sukacitaku, hidupku…

Dan…

… namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula… (Wahyu 2: 2-5)

Cukup sudah!

Titik terang itu bersinar di hatiku, memberikan jawaban di setiap pertanyaanku, memberikan tuntunan baru di langkahku berikutnya.

***

Sunyi, seisi rumah telah larut dalam mimpi, hanya suara air yang turun menghujam bumi terdengar keras. Aku masih terjaga tanpa suara.

“Bapaku… Kau tahu aku… Kau tahu kalau aku ragu-ragu, takut dan tidak percaya diri,… Kau juga tahu perjalananku kali ini tidak lebih mudah dari sebelumnya. Aku tahu aku tak bisa menghindarinya, menolaknya, meninggalkannya sekarang, tapi tolong bantu aku menemukan kembali diriku, kekuatanku, sukacitaku. Bawalah aku kembali pulang… ditempat aku menemukan kehidupanku”

***


Esoknya, di suatu event.


“Hai… kamu Iik kan? Masih ingat aku? Kita pernah satu tim di …” sapa seseorang pria dengan wajah cerah dan senyum lebar (aku berusaha mengingatnya tapi gagal, sampai akhirnya dia sendiri yang berusaha menjelaskan panjang lebar)

Ketika dia telah berlalu, seseorang berbisik pelan di telingaku, “Aku sudah sedikit bicara soal Injil Keselamatan padanya. Dia gembira, mari kita percaya dia akan menerima keselamatan yang sama seperti yang telah kita terima”

Aku teringat satu doa yang pernah kunaikkan beratus hari sebelumnya, “Tuhan aku minta satu atau dua orang dari tim kami ini bisa mendengar Injil anugerah dan kasih setiaMu…”

Tak ada sesuatu yang terjadi waktu itu… hingga ratusan hari berikutnya... Doaku terjawab, meskipun bukan melalui aku Injil itu diberitakan kepadanya. Aku tahu, DIA yang mendengar doa, tak ada satupun yang terluput di mataNya, di ingatanNya… meskipun aku mengira kalau DIA telah melupakannya… satu doa kecilku yang sederhana di suatu perjalanan sebelumnya.

***

Esok berikutnya ketika ikut bergabung dengan acara ‘bakar jagung’ para mahasiswa.

“Hai… namaku Iik. Panggil aja begitu… “ sapaku sambil mengulurkan tanganku

…………………………

…………………………

“Boleh aku sedikit bercerita tentang hidup?” tanyaku kepada seseorang

“Boleh tentu saja!”

Ada letupan kecil yang terjadi di hatiku.

Ya Tuhan… Aku merindukan ‘rasa’ ini.

…………………………

…………………………

Rasa itu kembali. Pengharapan itu muncul seperti benih kecil, terlihat lemah, namun hidup…
***

Sore berikutnya lagi. Usai makan dan harus mengantar seorang sahabat ke toko buku.

“Hai… namaku Iik. Panggil aja begitu… “ lagi-lagi kuperkenalkan namaku dengan cara yang sama kepada seorang wanita

…………………………

…………………………

“Oya? Bisakah kapan-kapan kita ketemu, dan bicara bersama soal ini?” tanyaku

Rasa itu kembali. Pengharapan demi pengharapan kembali muncul seperti benih kecil, terlihat lemah, namun hidup… dan kali ini menyinari jiwaku… menerobos kegelapan…

***

Siang ini. Aku berjalan berkeliling dan control mendadak seperti biasa. Langit cerah… pekerjaan masih sangat banyak, tanggung jawab masih bertumpuk, dan beberapa hal penting masih menunggu jawaban final dariku, namun aku memutuskan untuk bergembira dan mencoba menikmati semua anugerah selama beberapa waktu tanpa diganggu siapapun.

Tiba-tiba, satu kupu-kupu dengan warna indah hinggap di lengan bajuku, pelan aku menyentuhnya, menjepit sayapnya lembut dengan ujung jariku dan melepasnya terbang jauh ke pepohonan.

Perubahan telah membawaku pergi jauh…

Tidak ada yang salah dengan perubahan. Sama sekali tidak ada. Dia melatihku, mendidikku menjadi lebih pintar, kuat, tajam, sensitive dan lebih banyak lagi hal positif. Tetapi, perubahan itu membawaku tanpa sadar ‘lebih berpaling’… ke arah yang tak kukenal… menaburkan kehampaan, ketakutan dalam jiwaku, membuatku terpisah dari ‘rasa’ yang begitu kuat mengikat hatiku. Aku terjatuh dan nyaris tersesat di dalam RUMAHku sendiri.

Dan,

Untuk ke sekian kalinya…

Aku memutuskan kembali pulang! Menemukan lagi kehidupanku, dan meneruskan perjalananku.

***************

Thanks’ from my deepest heart…

0 comments:

Post a Comment

Hi sahabat, tengkyu banget udah mau komentar... ayo semangat!!

Radio Worship

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP