Friday, September 17, 2010

Si Eneng Sudah Besar

Waktu telah berlalu. Si Eneng dan Si Boy sudah besar dan siap melewati hari-hari, menghadapi sendiri badai, melewati setiap kesulitan, dan suatu saat akan terbang pergi menjauh menjalani kehidupan mereka dan menjadi dewasa


“Cepetan kawin ‘to mbak… nanti aku mau ikut...” rengek si Eneng adik perempuanku

“Ngomong apaan sih?” tanyaku

“Aku udah bĂȘte berantem terus sama ibu, every time, every second, everyday… kalo kamu cepetan kawin, ‘kan aku bisa nebeng kamu”

“Ih… enak wae… sapa mau ditebengin kamu… weeeeeeeeeeeekkkk” balasku sambil menjulurkan lidah

“Ayolah… aku ini udah mentok. Pacaran diatur, nyari kerja diatur, begini lah… begitulah… hihhhhhhh” Omelnya lagi panjang lebar

Zzzzzzzzzzzzzzzzzz….zzzzzzzzzzzzzzz…..zzzzzzzzzzzzzzzzzz…. aku pura pura memejamkan mata sambil mendengkur dan menutupi wajahku dengan buku

“Hehhhh… diomongin malah pura-pura tidur… wehhhhhhhhhhh….! Dengerinnnnnnn!!!” katanya lagi sambil melempar bantal ke wajahku

Dan… keributan berlanjut dengan saling melempar apa aja yang ada di atas tempat tidur, guling, momo si boneka sapi, dsb.

***

Kupandang badan kurusnya yang mirip papan setrikaan itu sedang asik menggambar di depan laptop. He he he… ternyata si bungsu ini udah gede juga.

Ahhhh… kayaknya baru kemarin aku menyuapinya sambil keliling komplek perumahan kami, mengantarnya sekolah TK, menungguinya sambil bengong atau baca komik di sudut taman bermain, menuntunnya waktu menyeberang jalan, mengikutinya berlari-lari mengambil bunga di sepanjang jalan pulang, memandikannya, menyisir rambutnya, memarahinya waktu tidak mau tidur siang, ha ha ha… ya ampun… waktu telah cepat berlalu.

Aku bukan kakak perempuan yang baik, kupikir begitu. Waktu dia menginjak remaja, aku tidak begitu menyukai acara jalan-jalan di mall dengan tujuan tak jelas, membahas hal-hal yang berbau ‘cewek’ banget, bercerita tentang model-model baju, artis, buku Harry Potter, memeluknya, mengatakan sayang padanya, dan atau sejenis itu. Seingatku hanya beberapa kali saja aku menemani dia pergi nonton bioskop itupun film kartun semacam ICE AGE… dan entah apalagi, hi hi hi,… yang jelas bukan film ‘cinta-cintaan ABG’.

Aku, lebih menyukai memperlihatkan perhatianku saat dia ketakutan pulang malam dan hujan sehingga harus menjemputnya di ujung gang yang gelap. Aku, lebih cenderung memperlihatkan perlindunganku saat dia dan si boy kecil diganggu ‘orang jahat’, sehingga mereka bersembunyi di balik tubuhku sambil memegang kaosku. Aku, lebih memilih menggoda mereka waktu mereka sakit, hanya sebagai alasan supaya perhatianku tidak terlihat berlebihan. Aku, lebih menyukai memperlihatkan kebersamaanku waktu kami bertiga sama-sama bergelung di bawah selimut dan ketakutan di malam hari karena harus sendirian di rumah sementara ibu pergi kuliah.
Sungguh, mungkin aku benar-benar kakak yang aneh bagi mereka.

Memang tak akan terganti. Dan aku tak akan pernah bisa memasang diriku sebagai pengganti sosok yang sangat mereka rindukan yang seharusnya ada seperti di keluarga lain, yang bisa mengajari mereka tentang banyak hal yang tidak ku ketahui dan kumengerti. Aku hanya berusaha menjadi siapa aku dan berusaha memberikan yang terbaik bagi mereka meski dengan semua keterbatasan, dan keajaibanku.

Si Eneng dan Si Boy juga yang pertama kali mengetahui persis titik balik kehidupanku yang berputar 180 derajat dari sebelum bertemu Kristus. Ha ha ha… kakak perempuan yang ‘aneh’ itu berubah mendadak menjadi terkendali, senang membaca Alkitab, dan beribadah di gereja.

***

Keributan demi keributan telah terjadi beberapa bulan terakhir ini antara dia dengan ibu. Masalah kecil, bisa menjadi sesuatu yang serius dan berkepanjangan.

“Kalian berdua itu kupikir sama aja kok… keras kepala, kepala batu, saling ngotot, cepet panas, cengeng dan susah untuk saling belajar memahami. Sudahlah… lulus D3 aja baru sebulan lalu kok udah bingung amat sih…” kataku sok bijaksana suatu waktu

Atau

“Ya dibilangin to mam… tapi pelan-pelan… nanti dia salah terima, kalau asal dihakimi gitu aja” nasehatku sok ‘belagu’ pada ibuku

Kurasa mereka berdua memiliki karakter dan kepribadian yang serupa, berbeda denganku yang lebih cenderung mirip si Boy yang rada – rada kalem, cuma kalo marah beneran jadi sangar… hallah,… sok narsis hi hi hi.

***

“Nih, ada sahabatku sms, kemarin aku tanya – tanya ke dia, dan sekarang dia bilang ada lowongan yang mungkin sesuai sama pendidikan Design Interiormu, kesana dulu aja… n STOP ribut, stop berantem… aku ga bisa konsentrasi kerja!!!” kataku sambil tetap meneruskan kesibukanku

“Udahlah mam.. biarkan dia pergi, biar dia belajar mandiri… pasti itu akan lebih baik untuknya, lagian kalau dia bisa diterima disana aku ‘kan bisa lebih sering ketemu teman-teman blogger sana… he he he he..” kataku pada ibu

“…………….. uuuuuuuuuuuuu…. Dasar!” teriak si Eneng sambil nyengir dari balik pintu kamarnya

***
Beberapa hari kemudian, ibu mengantar si Eneng wawancara kerja di luar kota (aku ga berhenti-berhenti mengejeknya untuk hal ini… hi hi hi aku dong… kemana – mana berani sendirian.. ha ha ha ha)

Udah wawancaranya? Gimana? Sesuai dengan yang kamu mau ga? Smsku

Ya, jawabnya singkat

Ya udah dijalani, yahhh… itung – itung belajar mandiri, satu aja pesenku Give The Best For My Best Friend

Yoa… lagi – lagi singkat bin padat

Weeeekkkk… balasku lagi

Minggu, 19 September 2010. Aku akan mengantarnya ke kota yang sama sekali asing baginya (dan bagiku juga), menitipkannya pada beberapa sahabatku, dan mendorongnya untuk mandiri.
Yahhh… waktu telah berlalu. Si Eneng dan Si Boy sudah besar dan siap melewati hari-hari, menghadapi sendiri badai, melewati setiap kesulitan, dan suatu saat akan terbang pergi menjauh menjalani kehidupan mereka serta menjadi dewasa.

******************

0 comments:

Post a Comment

Hi sahabat, tengkyu banget udah mau komentar... ayo semangat!!

Radio Worship

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP